Rabu, 10 Desember 2008

INTERNAL EMPLOYEE RELATION

INTERNAL EMPLOYEE RELATION

Downsize
kita telah mengetahui strukturisasi dan rightsizing sangat penting dalam suatu perkembangan perusahaan dan merupakan saran dalam perubahan yang terjadi di suatu organisasi. Secara khas, struktur organisasi dan penyusutan jumlah tenaga kerja dalam suatu organisasi. Salah satu perusahaan melakukan downsize dengan tidak mendapatkan keuntungan dan tujuan perusahaan tidak tercapai sehingga perusahaan melakukan downsize untuk mengurangi penyebab tersebut, meskipun penurunan tidak selalu terjadi disekitar perusahaan. Beberapa masalah yang sering terjadi melakukan downsize adalah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu perusahaan. Beberapa organisasi yang tidak dapat berkembang dapat disebabkan karena tidak sesuai dengan strategi. Sebagai gantinya, mereka berfokus kepada penurunan biaya-biaya, dimana sering timbul masalah-masalah yang berhubungan dalam suatu organisasi. Manajemen perusahaan harus memberikan suatu tindakan atau pemecahkan masalah dalam pekerjaan.

Internal Employee Relations Defined

Manajemen Sumber daya manusia merupakan suatu aktivitas yang berhubungan dengan adanya perpindahan tenaga kerja di dalam suatu organisasi. Kegiatan-kegiatannya termasuk dalam promosi, pemindahan, demosi, pemecatan, pemberhentian sementara dan pengunduran diri. Disiplin dan kegiatan kedisiplinan merupakan salah satu aspek yang sulit dalam hubungan tenaga kerja dalam suatu perusahaan. Sebagian orang percaya bahwa perundang-undangan kesempatan ketenaga-kerjaan sama terutama dalam mempengaruhi tenaga kerja yang memasuki perusahaan untuk pertama kali.

Discipline and Disciplinary Action
Disiplin juga merupakan tindakan menajemen yang mendorong terciptanya ketaatan pada standar-standar organisasi (Werther & Davis, 1996). Sementara itu, Mondy dan Noe (1990) mendefinisikan disiplin sebagai “the state of employee self control conduct and indicates the extent of genuine team work wihin an organization”. Ada dua jenis disiplin yaitu:
1. Disiplin Preventif adalah tindakan yang diambil untuk mendorong karyawan agar mengikuti standard an aturan sehingga pelanggaran bisa dicegah. Tujuan pokok disiplin preventif adalah mendorong terbentuknya disiplin diri, dan departemen SDM memainkan peran penting dalam upaya ini. Upaya pencegahan dilakukan dengan mengembangkan program-program untuk mengotrol ketidakhadiran dan keluh kesah, mengkomunikasikan standar-standar kepada karyawan dan mendorong karyawan untuk mengikutinya, dan mendorong peran serta karyawan dalam penetapan standar, karena karyawan akan memberikan dukungan yang lebih besar kepada aturan-aturan yang ikut mereka ciptakan.
2. Disiplin korektif adalah tindakan yagn dilakukan sesudah terjadinya pelanggaran. Tindakan ini bertujuan agar tidak terjadi pelanggaran lebih jauh dan untuk menjamin bahwa di asa mendatang para karyawan akan mengikuti standard an aturan organisasi. Tindakan korektif atau disciplinary action biasanya berbentuk hukuman (penalthy), seperti peringatan atau skorsing tanpa gaji. Tindakan disiplin biasanya diprakasai oleh atasan langsung karyawan tetapi mendapat persetujuan dari manajer di jenjang yang lebih tinggi atau departemen SDM.

Sanksi indisipliner dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki perilaku pegawai dan bukan untuk menyakiti. Tindakan disipliner hanya dilakukan pada pegawai yang tidak dapat mendisiplinkan diri, menentang/tidak dapat mematuhi praturan/prosedur organisasi. Melemahnya disiplin kerja akan mempengaruhi moral pegawai maupun pelayanan pasen secara langsung, oleh karena itu tindakan koreksi dan pencegahan terhadap melemahnya peraturan harus segera diatasi oleh semua komponen yang terlibat dalam organisasi.
Kedisplinan merupakan fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fingsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan. , semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yan baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kesiplinan juga merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan borma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setipa manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak factor yang mempengaruhinya.

Prinsip-Prinsip Disiplin
1. Pemimpin mempunyai prilaku positif
Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin harus dapat menjadi role model/panutan bagi bawahannya. Oleh karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif sesuai dengan harapan staf.
2. Penelitian yang Cermat
Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius, pimpinan harus memahami akibatnya. Data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisa, dan bila perlu minta pendapat dari pimpinan lainnya.
3. Kesegeraan
Pimpinan harus peka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena, bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan dapat dianggap lemah, tidak jelas, dan akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.
4. Lindungi Kerahasiaan (privacy)
Tindakan indisipliner akan mempengaruhi ego staf, oleh karena itu akan lebih baik apabila permasalahan didiskusikan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasana yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi masa depannya .
5. Fokus pada Masalah.
Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.



6. Peraturan Dijalankan Secara Konsisten
Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
7. Fleksibel
Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawai telah di analisa dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi pertimbangan antara lain adalah tingkat kesalahannya, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat kemampuannya dan pengaruhnya terhadap organisasi
8. Mengandung Nasihat
Jelaskan secara bijaksana bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak dapat diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai acuan, sehingga mereka dapat memahami kesalahannya.
9. Tindakan Konstruktif
Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami perilakunya bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali pentingnya peraturan untuk staf maupun organisasi. Upayakan agar staf dapat merubah perilakunya sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.

10. Follow Up (Evaluasi)
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan indisipliner.

The Disciplanary Action Process
Proses kedisiplinan merupakan proses dinamis dan kesopanan. Proses kedisiplinan dipengaruhi oleh factor lingkungan luar manajemen sumber daya manusia, termasuk disiplin dalam kebijakan-kebijakan dan tindakan. Yang termasuk ke dalam lingkungan luar diantaranya teknologi, peraturan, keharusan atau tunduk pada peraturan dan hukum.yang termasuk ke dalam lingkungan dalam diantaranya kebudayaan. Kadang-kadang, perilaku pekerja dalam organisasi menjadi sangat mengganggu atau unjuk kerja mereka tidak dapat diterima. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan disiplin. Jadi, seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Kedisplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua pertauran perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Peraturan diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisensi dan efektivitas kerja karyawan dan masyarakat. Jelasnya perusahaan sulit mencapai tujuan perusahaan jika karyawan tidak mematuhi peraturan-peraturan perusahaan tersebut. Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada.
Hukuman diperlukan dalam meningkatkan kesiplinan dan mendidik karywan supaya menaati semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan. Dengan keadilan dan ketegasan sasaran pemberian hukuman akan tercapai. Peraturan tanpa dibarengi pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Untuk lebih jelasnya Untuk lebih jelasnya ditunjukan oleh bagan sebagai berikut:


















EXTERNAL ENVIRONMENT
INTERNAL ENVIRONMENT





















(Sumber: Mondy, Wayne R (2005). Human Resources Manatement. Hal: 452)






Progressive Disciplinary Action
Pada umumnya, manajemen atau pemimpin organisasi menrapkan kebijakan disiplin progresif, berarti bahwa organisasi akan memberikan hukuman yang lebih berat bagi pelanggaran-pelanggaran yang berulang (Whether & Davis, 1996). Tujuannya adalah untuk memberikan peluang bagi seorang karyawan untuk menjalankan satu tindakan korektif sebelum hukuman yang lebih serius diberlakukan. Contoh sebhuah system disiplin progresif adalah sebagai berikut:


Bimbingan Teguran
Secara Lisan





Skors Teguran
Secara Tertulis



Teguran Secara Lisan
Teguran secara lisan terbatas dalam hal mengingatkan perawat untuk kesalahan yang kecil dan baru pertama kali dilakukan. Sebagai suatu tindakan koreksi, biasanya teguran dilakukan secara pribadi dengan cara yang bersahabat dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan. Bantu bawahan untuk membuat keputusan agar tidak mengulangi kesalahannya. Buat catatan khusus bahwa perawat telah melakukan konsultasi, catat waktu, tempat, dan permasalahannya, serta kesimpulan konsultasi. Dokumen dimasukkan kedalam file pribadi perawat.

Teguran Secara Tertulis
Teguran secara tertulis dilakukan apabila pelanggaran diulangi kembali, tidak menunjukan perbaikan atau pelanggarannya cukup serius. Dalam teguran secara tertulis, harus dicantumkan nama pegawai, nama pimpinan, permasalahannya, rencana perbaikan, dan batas waktu perbaikan serta konsekwensi nya apabila pelanggaran diulangi. Bawahan harus membaca dan memahami sanksi yang diberikan dan disepakati bersama. Dokumen dimasukan ke dalam file pribadi pegawai dan tembusannya diberikan kepada yang bersangkutan. Sanksi biasanya disesuaikan dengan kebijakan institusi atau organisasi setempat.

Keputusan Terakhir/Skors
Keputusan terakhir atau terminasi dilakukan karena pimpinan melihat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh bawahan sudah sangat serius dan selama batas waktu perbaikan perilaku bawahan tidak memperlihatkan perubahan. Keputusan terakhir biasanya dilakukan dengan melibatkan pimpinan organisasi/Departemen. Keputusan terakhir /skors dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada tingkat kesalahannya maupun kebijakan dari institusi / organisasi. Antara lain adalah : Penurunan pangkat, mutasi, penundaan kenaikan pangkat / berkala, penurunan insentif, tidak diperkenankan bekerja untuk jangka waktu pendek , jangka waktu panjang, atau akhirnya diberhentikan / dikeluarkan.

Sistem Displin Progresif:
1. Peringatan lisan dari atasan langsung
2. Peringatan tertulis, yang dicatat dalam arsip peribadi karyawan.
3. Skorsing satu sampai dengan tiga hari.
4. Skorsing selama satu minggu atau lebih.
5. Pemberhentian atau pemecatan.
Dalam penerapan sistem disiplin, perlu ditetapkan pula suatu proses penajuan sanggahan atau keberatan (due process). Proses ini biasanya dituntut pula oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, arbitrator, dan serikat pekerja. Due process berarti bahwa aturan dan prosedur yagn telah ditetapkan untuk menerapkan tindakan disiplin benar-benar diikuti dan karyawan memiliki kesempatan untuk member tanggapan atau sanggahan atas tuduhan yang dijatuhkan atas diri mereka.
Disciplnary Action Without Punishment
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner karyawan yang berkurang. Proses dalam pemberian kerja dengan upah yang ditentukan perusahaan dan karyawan mampu menerima peraturan-peraturan yang ada dalam perusahaan sehingga sebagian karyawan yang mempunyai sifat kedisplinan yang tinggi tidak akan melanggar peraturan yang diberikan perusahaan dan tidak akan diberikan suatu sanksi hukuman.

Berat/ ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisplinan dalam perusahaan.
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesui dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya apabila seorang pemimpin kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas mendindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaiknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib pada perusahaan tersebut.







PUNYA TEGUH
Layoffs in Today’s Environment
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu:
(1) Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
(2) Outplacement,ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimung-kinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill in masih tersembunyi.
(3) Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi organisasi, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Jenis-jenis pemutusan hubungan kerja yang utama adalah
a. Layoff (PHK)
Jika fungsi pertama dari manajemen sumber daya manusia adalah memperoleh karyawan dari masyarakat untuk diperkerjakan di dalam organisasi, fungsi terakhirnya adalah pemutusan hubungan kerja, yaitu mengembalikan karyawan tersebut ke tengah masyarakat. Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya PHK. Di samping itu, perusahaan juga perlu menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat berada dalam kondisi yang sebaik mungkin.

Untuk menyelamatkan organisasi perusahaan dari kondisi kritis, sudah selazimnya diambil langkah-langkah strategis termasuk didalamnya kemungkinan di-PHK-nya beberapa karyawan/tenaga kerja. PHK (layoff) adalah cara-cara yang biasa digunakan organisasi di dalam memaksa karyawan/tenaga kerjanya untuk keluar dari organisasi. Keputusan untuk mengeluarkan individu dari sebuah organisasi harus sudah melalui pertimbangan yang matang, menyeluruh dan terintegral dangan menggunakan parameter-parameter yang rasional, adil dan berwawasan ke depan. Tanpa pengelolaan yang profesional, kebijakan organizational exit, mustahil mampu me-’recover’ perusahaan dari kondisi yang tidak menguntungkan. Justru paradox konsep organizational exit akan mengedepan dengan segala konsekuensi negatif yang menyertainya.

Pemutusan hubunga kerja dapat terjadi kalau salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa rugi bilamana hubungan kerja tersebut dilanjutkan. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena kemauan karyawan, kemauan perusahaan, atau kemauan kedua belah pihak. Alasan-alasan pemutusan hubungan kerja antara lain adalah ketidakjujuran, ketidakmampuan bekerja, kemalasan, ketidakpatuhan, kemangkiran, dan ketidakdisiplinan. PHK juga dapat dilakukan karena keadaan yang tak terelakkan, misalnya usia lanjut, meninggal, sakit yang berkepanjangan, kemunduran perusahaan, dan sebagainya. Kalau pemutusan hubungan kerja itu disebabkan oleh usia tua, dan sebab-sebab lain yang bukan kesalahan karyawan, beban kewajiban bagi perusahaan cenderung lebih besar.
Keputusan untuk me-’rumah’-kan sementara para karyawannya, memotong sebagian besar fasilitas kerja, mengurangi gaji dan upah sampai dengan separohnya bahkan keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK), menjadi agenda kerja perusahaan karena deraan krisis ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, memaksa tingkat pengangguran semakin cepat akselerasinya. Dari angka pengangguran sebesar 4,4 juta jiwa pada tahun 1997, sejumlah 1,6 juta jiwa adalah disebabkan karena terkena pemutusan hubungan kerja. Angka ini tentu saja akan semakin tinggi dikarenakan selain angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 1998 juga hanya mencapai kurang lebih - 5%, krisis ekonomi ini juga berimbas kepada munculnya krisis sosial seperti banyaknya kerusuhan-kerusuhan yang melanda kota-kota di Indonesia, sehingga angka pengangguran melecit mencapai 8,7 juta jiwa di tahun 1998 atau 9,3% dari jumlah penduduk Indonesia (Business News, Mei 1998).

Menurut Gerald R. Ferris (1993), keputusan penghentian karyawan disebabkan oleh faktor-faktor seperti;

* Poor Performance (prestasi rendah), di mana pada pengambilan keputusan penghentian karyawan berdasarkan faktor ini biasanya bersifat subjektif, banyak peluang terjadi kesalahan yang tidak di sengaja.

* Organisasi terdorong untuk melakukan downsizing, di mana keputusan penghentian karyawan berasal dari organisasi karena munculnya teknologi baru dan keinginan organisasi untuk menambah efisiensi, profitabilitas dan daya saing.

Ada banyak tujuan mengapa suatu organisasi harus melakukan pengurangan tenaga kerjanya. Namun apabila diperhatikan dengan cermat, sebenarnya tujuan yang utama diinginkan oleh organisasi di dalam pengurangan tenaga kerjanya adalah; diperolehnya beberapa keuntungan (benefits) bagi eksistensi organisasi di kemudian hari. Keuntungan-keuntungan (benefits) yang diharapkan dengan dilakukannya kebijakan pengurangan tenaga kerja antara lain;


(1) Pengurangan biaya tenaga kerja,
(2) Menempatkan kembali tenaga kerja yang berkinerja jelak dengan membantu mereka memperbaiki kinerja mereka,
(3) Meningkatkan inovasi dan
(4) Membuka kesempatan bagi diversitas yang tinggi dari tenaga kerjanya.

Sebagai konsekuensi dari dilakukannya pengurangan tenaga kerja, organisasi memerlukan sejumlah pengeluaran biaya yang berhubungan dengan upaya pengurangan tenaga kerja yang damai, tanpa menimbulkan akses-akses negatif bagi organisasi, seperti; pengrusakan, sabotase dan aksi-aksi lainnya yang merugikan. Adapun biaya-biaya yang muncul akibat dilakukan pengurangan tenaga kerja tersebut adalah; uang pesangon, biaya perawatan di rumah sakit, uang pension. Salah satu cara memperkecil resiko kerugian adalah dengan jalan menekan perputaran tenaga kerja. Untuk menekan perputaran tenaga kerja perusahaan perlu berupaya agar karyawan senang bekerja. Agar mereka senang bekerja pada perusahaan, harus diusahakan untuk memuaskan kebutuhan mereka dalam batas-batas kemampuan perusahaan.

Cara lain adalah dengan melakukan seleksi yang lebih ketat, sehingga pemutusan hubungan kerja karena kesalahan dalam seleksi dapat diperkecil. Untuk mengurangi ririko akibat seleksi, banyak perusahaan yang menerapkan masa percobaan, misalnya selama 6 bulan. Oleh karena itu, pengelolaan organisasi terhadap program pemutusan hubungan kerja dengan karyawan/tenaga kerja, membutuhkan suatu pengelolaan yang sungguh-sungguh dari organisasi agar diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengurangan tenaga kerja.

Dampak negatif bagi tenaga kerja yang ter-PHK adalah frustrasi, kemarahan, dan rendahnya harga diri mereka, di mana kondisi ini tentu saja akan sangat potensial untuk memicu tindakan-tindakan tidak terpuji seperti; sabotase, pengrusakan, anarkhi dan lain-lain.
Sementara itu bagi perusahaan, kondisi pasca PHK dapat juga berdampak yang tidak menguntungkan, seperti; hilangnya tenaga-tenaga berkualitas yang ikut keluar dari organisasi, menurunnya produktifitas perusahaan karena karyawan/tenaga kerja yang tersisa juga mempunyai perasaan yang tidak aman, terlalu ‘overload’ pekerjaan serta kemungkinan munculnya masalah-masalah hukum dari pihak karyawan/tenaga kerja ter-PHK.

Oleh karena itu, pengelolaan organizational exit benar-benar membutuhkan pertimbangan matang, khususnya di dalam membuat kriteria dan persyaratan untuk menilai karyawan/tenaga kerja yang akan di-PHK. Kriteria dan penilaian harus benar-benar didasarkan pada pertimbangan yang rasional (bisa menggunakan basis senioritas atau performance), namun hati-hati dengan cara-cara (politics) dari karyawan/tenaga kerja dalam rangka mengaburkan penilaian untuk mempertahankan pekerjaannya, seperti; prilaku menjilat, menolak dipromosikan untuk menutupi kesalahan dan keengganan untuk berubah (resistence to change), memperpanjang waktu kerja untuk menarik perhatian bahwa dia benar-benar sibuk dan lain-lain (Ferris, Howard dan Bergin, 1993). Apabila hal-hal semacam ini lepas dari perhatian, maka perusahaan nanti bisa hanya memiliki karyawan/tenaga kerja yang pandai berpolitik, bukan yang memiliki kemampuan kerja tinggi.

b. Outplacement
Gomes, Cardy dan Balkin (1995) mendefinisikan outplacement sebagai program sumber daya manusia yang diciptakan untuk membantu karyawan/tenaga kerja yang ter-PHK mengatasi stress akibat kehilangan pekerjaan dan memberikan bimbingan kepada mereka untuk segera memperoleh pekerjaan yang baru. Jadi tujuan utama dari program outplacement bagi perusahaan adalah;
(1) mengurangi masalah-masalah moral karyawan/tenaga kerja yang ter-PHK agar supaya produktivitas mereka tetap terjaga sampai mereka benar-benar telah meninggalkan perusahaan,
(2) meminimalkan jumlah tuntutan hukum hukum dari karyawan/tenaga kerja ter-PHK (3) membantu mereka untuk memperoleh pekerjaan yang baru sesegera mungkin.

Oleh karena itu, dalam rangka mengelola outplacement, perusahaan harus melakukan langkah-langkah berupa; pertama, menyediakan pembimbing (konsultan) untuk membantu karyawan/tenaga kerja ter-PHK di dalam mengatasi emosi akibat kehilangan pekerjaan, kedua menyediakan fasilitas dan pendidikan dalam rangka memperoleh pekerjaan baru.

Transfer, Promotions, Resignations, and Retirements (Mutasi, Promosi, Pengunduran diri dan Pensiun).

Manajemen sumber daya manusia atau manajemen secara umum sering dihadapkan pada keputusan yang akan diberikan pada para pekerja, karyawan, buruh, pegawai, atau sumber daya manusia lainnya. Keputusan yang sering dikeluarkan manajemen sdm pada umumnya adalah promosi, transfer, demosi, pengunduran diri dan pensiun.
Semua itu pada umumnya didasarkan pada proses penilaian kinerja atau penyesuaian pada tubuh organisasi untuk mendapatkan konfigurasi yang terbaik pada tiap-tiap sumber daya manusia yang tersedia agar perusahaan dapat berjalan dan memberikan dampak yang lebih baik. Berikut ini akan diberikan pengertian atau arti definisi dari masing-masing keputusan SDM :

a. Transfer (Mutasi/Rotasi Pekerjaan)
Transfer adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di waktu mendatang.
Pada dasarnya mutasi merupakan fungsi pengembangan pegawai, karena tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Umumnya mutasi merupakan tindak lanjut dari penilaian prestasi kerja para pegawai. Dari penilaian prestasi kerja akan diketahui kecakapan seorang pegawai dalam menyelesaikan uraian pekerjaan (job description) yang dibebankan kepadanya.
Tidak kurang kritik pedas yang dilontarkan kepada Bagian Kepegawaian menyangkut masalah mutasi, seperti ketidakadilan ataupun keterbukaan pihak pengambil keputusan dalam proses ini. Apakah memang demikian halnya, ataukah pihak pegawai yang memang enggan berubah karena sudah merasa ‘nyaman’ dengan kondisi sekarang dan ingin mempertahankan ‘kekuasaan’ atau ‘keahlian’ yang dimilikinya dan tidak ada keinginan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya dengan pengalaman baru.

Layaknya setiap pengambil keputusan dalam suatu organisasi setiap Surat Keputusan mengenai mutasi ini diluncurkan, pasti telah melalui proses yang tidak bisa dibilang singkat. Mulai dari pembentukan pola mutasi, pemilihan calon-calon yang tepat untuk menduduki suatu jabatan, penentuan atau seleksi dari para calon terpilih tersebut, pertimbangan rekomendasi bagi calon yang bersangkutan dan masih banyak kegiatan lain yang tentunya telah banyak menyita waktu, pikiran, dan tenaga dari para konseptor, pengambil keputusan, maupun pihak-pihak yang terkait dengan mutasi ini.
Kepentingan mutasi jika kita lihat kembali kepada tujuan utama mutasi yaitu tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja, maka tujuan lain dari mutasi dapat kita lihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut pandang kepentingan pegawai dan juga organisasi sebagai berikut:
a. Bagi Kepentingan Pegawai
a. Memperluas atau pengembangan pegawai (program pelatihan jabatan)
b. Menghilangkan kejenuhan terhadap pekerjaan
c. Memberikan kejenuhan terhadap pekerjaan
d. Penyesuaian pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai .
e. Mengatasi perselisihan antara sesame pegawai (kondisional)
b. Bagi Kepentingan Organisasi
a. Menciptakan keseimbangan antara sumber daya manusia dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
b. Meningkatkan produktivitas kerja
c. Memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasi seseorang
d. Alat pendorong agar semangat kerja meningkat melalui persaingan terbuka

Macam-macam Mutasi
Paul Pigors dan Charles Mayers mengemukakan 5 macam mutasi dilihat dari segi tujuannya yaitu:
a. Production Transfer adalah pengalihtugasan seorang pegawai dari satu bagian ke bagian lain secara horizontal, dimana disatu bagian tersebut keperluan akan pekerjaan bertambah, atau ke bagian lain dimana terdapat lowongan pekerjaan karena ada pegawai yang berhenti atau pensiun.
b. Replacement Transfer adalah pengalihtugasan seorang pegawai yang sudah lama dinasnya ke jabatan lain secara horizontal untuk menggantikan pegawai lain yang masa dinasnya lebih sedikit atau diberhentikan.
c. Remedial Transfer adalah penglihtugasan seorang pegawai ke jabatan atau pekerjaan lain baik pekerjaannya sama atau tidak atas permintaan pegawai yang bersangkutan.
d. Shift Transfer bersifat ilmiah, objektif dan hasil prestasi kerja seperti: output dan produktivitas kerja, jumlah kesalahan yang dibuat serta absensi dan disiplin pegawai yang baik.

Kendala Pelaksanaan Mutasi
Keith Davis dan John W. Newstrom mengemukakan ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap mutasi pegawai, yaitu:
1. Faktor Logis atau Rasional. Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.
2. Faktor Psikologis. Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.
3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok). Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.
Sumber buku Administrasi Kepegawaian Karya Dra. Harmanti, M.Si.

b. Promotions (Promosi/ Naik Jabatan / Naik Pangkat / Demotion)
Promosi adalah perubahan pekerjaan pada seseorang dalam organisasi yang memberikan tugas serta tanggung jawab yang lebih besar dengan disertai peningkatan kompensasi yang diterimanya. Seseorang yang menerima promosi harus memiliki kualifikasi yang baik dibanding kandidat-kandidat yang lainnya. Terkadang jender pria wanita serta senioritas tua muda mempengaruhi keputusan tersebuta, atau promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilannya semakin besar.
Promosi (promotion) memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi. dengan demikian, promosi akan memberikan status sosial, wewenang (authority), tanggung jawan (responsibility), serta penghasilan (outcome) yang semakin membesar bagi karyawan.
Jika ada kesempatan bagi setiap karyawan dipromosikan berdasarkan asas keadilan dan objektivitas, karyawan akan terdorong bekerja giat, bersemangat, berdisiplin, dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal dapat dicapai.
Adanya kesempatan untuk dipromosikan juga akan mendorong penarikan (recruiting) pelamar yang semakin banyak memasukkan lamarannya sehingga pengadaan (procurement) karyawan yang baik bagi perusahaan akan lebih mudah. Sebaliknya, jika kesempatan untuk dipromosikan relative kecil/tidak ada, maka gairah kerja, semangat kerja, disiplin kerja, dan prestasi kerja karyawan akan menurun. Penarikan dan pengadaan karyawan semakin sulit bagi perusahaan bersangkutan.
Begitu besarnya peranan promosi karyawan maka sebiknya manajer personalia harus menetapkan program promosi serta menginformasikan kepada para karyawan. Program promosi harus memberikan informasi tentang asas-asas, dasar-dasar, jenis-jenis dan syarat-syarat karyawan yang dapat dipromosikan dalam perusahaan bersangkutan. Program promosi harus diinformasikan secara terbuka, baik asas, dasar, jenis, persyaratan, maupun metode penilaian karyawan yang akan dilakukan dalam perusahaan. Jika hal ini diinformasikan dengan baik, akan menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja sungguh-sungguh.
c. Resignation (Pengunduran Diri)
Pengunduran diri adalah pemutusan hubungan kerja yang diawali dari pihak karyawan. Apabila hal ini terjadi dalam masa percobaan, tidak menimbulkan masalah beban kewajiban, baik bagi perusahaan maupun karyawan. Lain halnya bila ikatan kerja berdasarkan atas perjanjian (kontrak) tertentu yang memungkinkan perusahaan menuntut ganti rugi biaya-biaya seleksi, pelatihan dan sebagainya.



Mengapa seseorang memutuskan hubungan kerja atas prakarsanya sendiri, dalam pengertian mengundurkan diri atau resignation, bukan diputuskan hubungan kerjanya oleh perusahaan, atau diberhentikan oleh perusahaan atau termination, ternyata jawabannya semakin mengerucut kepada situasi & kondisi di perusahaan, bukan karena besar kecilnya kompensasi yg diterima. Gaji barangkali sudah tinggi, namun orang keluar juga, apakah di luar gajinya lebih tinggi? belum tentu, contoh sudah banyak, dari supervisor, manager, sampai direktur, mereka adalah karyawan level menengah ke atas, yang notabene gajinya sudah tinggi, mereka keluar bukan lantaran kompensasi yang mereka terima kurang, tetapi lebih kepada keamanan, jaminan, dan kenyamanan kerja yang kurang.
Perusahaan sudah seharusnya introspeksi, mengapa banyak karyawan yang keluar, apalagi level menengah ke atas, perhatian kepada karyawan perlu diberikan, perhatian tidak selalu dalam bentuk materi, seperti misalnya wewenang & tanggung jawab yang jelas, target yang jelas, ada standard operation procedure yg jelas, sarana kerja yang memadai, penghargaan [sekali lagi tidak selalu dalam bentuk materi] dan sanksi yang jelas.
Wewenang & tanggung jawab memegang peranan yang paling penting dalam hal ini, seseorang yang diberikan wewenang & tanggung jawab yang jelas akan cenderung melakukan tugasnya secara optimal, kuncinya adalah kepercayaan, kepercayaan yg diberikan itu akan menghasilkan suatu pencapaian, dan dalam hal pencapaian, tentu reward & punishment harus bermain dengan baik, penghargaan perlu diberikan terhadap kinerja yang baik, sebaliknya sanksi juga perlu diterapkan terhadap kinerja yang buruk.
Maka ketika seorang karyawan melakukan pengunduran diri, maka perusahaaan tersebut harus:
a. The Exit Interview yaitu perusahaan melakukan wawancara dengan karyawan tersebut, untuk mengetahui alasan mengapa karyawan tersebut mengundurkan diri.
b. Attitude Survei yaitu perusahaan meneliti mengapa karyawan tersebut ingin mengundurkan diri.
c. Advance Notice of Resignation yaitu perusahaan memberika surat keterangan bahwa karyawan yang mengudurkan diri pernah bekerja di perusahaan tersebut.

Kalau semua perhatian itu sudah tidak ada, maka tinggal tunggu waktu saja, satu persatu karyawan akan keluar, kemudian akan diganti oleh karyawan yg baru, demikian seterusnya sehingga perputaran [turn over] karyawan tinggi, dan kondisi seperti ini tidaklah bagus buat perusahaan, karyawan selalu berganti dengan yg baru, butuh waktu lagi untuk penyesuaian, orientasi, dan pelatihan, kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama karyawan keluar dan diganti dengan yang baru lagi, perusahaan tidak akan berkembang, jalan di tempat.

d. Retirement (Pensiun)
Pemensiunan terjadi sebagai suatu pemutusan kerja bila karyawan mencapai saat ia berumur maksimum dan masa kerja maksimum menurut batas-batas yang ditentukan perusahaan. Bagi karyawan pada umumnya, saat tersebut merupakan pengalaman yang penuh dengan suka dan duka. Bagi sebagian lagi merupakan puncak karir, suatu saat di mana mereka dapat santai dan menikmati hasil kerja tanpa mengkhawatirkan masalah-masalah kerja. Bagi yang lain, pensiun merupakan trauma, karena biasanya seseorang sibuk, kini harus berusaha mengatasi saat-saat yang tiba-tiba nonproduktif. Beban kewajiaban yang ditanggung oleh perusahaan berupa pembayaran tunjangan.
Pensiun bisa berupa pensiun reguler di mana seorang karyawan telah mencapai usia atau umur tertentu secara wajar dan mungkin mengalami penurunan kinerja. Sedangkan pensiun dini atau pensiun diperceat adalah pensiun yang dilakukan untuk melakukan restrukturisasi pada organisasi dengan memberikan status pensiun pada karyawan yang seharusnya belum layak pensiun.
Kebijakan pensiun dini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;
(1) adanya suatu paket intensif finansial yang dapat menarik para karyawan/tenaga kerja senior untuk pensiun dini,
(2) diberikannya suatu batas tertentu (jangka pendek) bagi yang ingin mempergunakan metode pensiun dini, yang sering disebut; open window.

Untuk mengelolaan kebijakan pensiun dini, perusahaan harus berhati-hati di dalam mendesain, mengimplementasi dan mengadministrasikannya, karena apabila perusahaan tidak dengan semestinya mengelola kebijakan pensiun dini ini, maka perusahaan akan memperoleh masalah yang cukup besar seperti; banyaknya karyawan/tenaga kerja yang seharusnya tidak diharapkan untuk melakukan pensiun dini tapi mereka melakukannya, mereka yang dipensiunkan dini akan merasa bahwa mereka dipaksa untuk keluar dari perusahaan.



Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, perusahaan dapat menggunakan langkah-langkah penetrasi sebagai berikut; pertama, menerapkan batasan persyaratan yang ketat bagi divisi yang mempunyai karyawan/tenaga kerja dengan tingkat senioritas yang tinggi, kedua, melakukan survey kepada karyawan/tenaga kerja senior untuk memperoleh data seberapa banyak mereka akan melakukan pensiun dini apabila program ini dilaksanakan dan ketiga, mengembangkan program pemberian provisi untuk mendapatkan kembali karyawan/tenaga kerja berkualiatas yang telah melakukan pensiun dini.

Bagi perusahaan, untuk dapat melakukan kontrol yang baik terhadap pelaksanaan pensiun dini agar supaya sesuai dengan yang diinginkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Menurut Daniel C. Feldman (1994), faktor-faktor yang akan sangat berpengaruh terhadap keputusan karyawan/tenaga kerja untuk melaksanakan pensiun dini atau tetap tinggal di perusahaan adalah:
(1) Induvidual differences, seperti; riwayat kerja, status demografi (status perkawinan, ras, dan jenis kelamin) dan status kesehatan, status perkawinan, sikap terhadap pekerjaan dan pensiun,
(2) Opportunity structures in career path,
(3) Organizational factors dan
(4) External environment.

Pengelolaan yang profesional terhadap faktor-faktor tersebut, dapat memberikan benefit yang tinggi baik bagi karyawan/tenaga kerja yang dipensiunkan dini maupun, khususnya, bagi perusahaan yang dapat secara efektif dapat mencapai tujuan atas dilaksanakannya kebijakan early retirement tersebut.

e. Demosi / Demotion / Turun Pangkat / Turun Jabatan
Demosi adalah pindahnya seseorang dari pekerjaannya ke posisi yang lebih rendah dengan tingkat tanggung jawab dan tugas yang lebih kecil dari pekerjaan semula dan begitu pula dengan kompensasi penggajiannya. Turun jabatan biasanya diberikan pada karyawan yang memiliki kinerja yang kurang baik atau buruk serta bisa juga diberikan ada karyawan yang bermasalah sebagai sanksi hukuman. Demosi lebih disukai karyawan / pegawai dibandingkan pemecatan atau pemberhentian phk (putus hubungan kerja).

Evaluasi Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Evaluasi fungsi manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan sistematik dan formal yang dirancang untuk mengukur biaya dan manfaat dari program manajemen sumber daya manusia secara keseluruhan serta untuk membandingkan keefisienan dan keefektifannya dengan kinerja organisasi masa lalu. Secara umum dengan adanya evaluasi manajemen sumber daya manusia diharapkan dapat menjamin kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia berjalan dengan baik dan berdasar pada prinsip-prinsip efektif, efisien, koordinasi dan fungsional.
Berbagai metode yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi fungsi manajemen sumber daya manusia adalah wawancara, kuesioner, observasi, dan kombinasi dari wawancara, kuesioner, dan observasi. Berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan evaluasi fungsi manajemen sumber daya manusia adalah Manajemen Puncak, yang bertugas memastikan bahwa semua aspek organisasi telah dievaluasi dan juga memberikan filosofi evaluasi secara umum; Departemen Sumber Daya Manusia yang bertugas merancang evaluasi; dan Manajer Operasi yang bertindak membantu mengumpulkan data dan melakukan evaluasi. Permasalahan utama dalam evaluasi fungsi manajemen sumber daya manusia adalah ukuran atau kriteria keefektifan fungsi manajemen sumber daya manusia yang dapat dikelompokkan ke dalam pengukuran:
1. Kinerja;
2. Pemenuhan;
3. Kepuasan karyawan; dan
4. Kinerja karyawan tidak langsung.
Berbagai pendekatan dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi fungsi manajemen sumber daya manusia. Di antara pendekatan-pendekatan tersebut adalah:
1. Pendekatan audit;
2. Pendekatan secara analistis;
3. Pendekatan ukuran kuantitatif dan kualitatif;
4. Pendekatan hasil akhir dan kriteria proses; dan
5. Benchmarking.
Di samping itu dapat digunakan pula pendekatan statistik yang meliputi evaluasi:
1. Perputaran karyawan;
2. Ketidakhadiran;
3. Pengaduan dan keluhan; dan
4. Dengan menggunakan survei sikap dan opini.





















DAFTAR PUSTAKA

www.books.com
www.jurnal.id.com
Mondy, Wayne R. 2005. Human Resources Management. New Jersey. Pearson Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hei bagi yang buka blog ku ini
kirim komentar kalian ywh...
tentunya komentar tentang aku sendiri...otre!!!